Not
To Be Nothing
Di
suatu desa hiduplah seorang gadis bernama Cece. Dia adalah gadis remaja yang
cantik yang suka menebar senyum kepada banyak orang. Di keluarganya terdiri
dari ayah, ibu dan kedua orang adiknya. Kedua adiknya bernama Cia dan Cio.
Mereka adalah kembar tak seiras. Hidup mereka termasuk cukup sederhana dengan
ayah yan bekerja sebagai penebang kayu dan ibu yang sebagai penjahit rumah.
Suatu
ketika, Cece berangkat ke sekolah dan bertemu dengan seorang gadis di depan
sekolah. Gadis itu tampak enggan untuk masuk ke sekolah tersebut. Cece menyapa
dia dengan tersenyum ramah. Gadis itu hanya memandangi Cece dari bawah sampai
ke atas dan pergi menjauhi Cece. Cece yang kebingungan hanya bisa memandangi
dia dan bergegas masuk ke kelas. Sesudah pulang sekolah, Cece pergi ke suatu
bangunan tua di desa itu. Ternyata di sana banyak sekali terdapat anak-anak
yang berkumpul. Mereka menyapa Cece yang baru saja datang. Cece tersenyum
sambil menyapa mereka semua. Bangunan tersebut ternyata adalah sebuah Gereja.
Tidak sedikit dari anak-anak di desa tersebut yang datang ke Gereja itu untuk
menyembah Tuhan.
Tiba-tiba,
seorang ibu tua datang menghampiri Cece dengan tersenyum. Cece melihat ibu itu
dan langsung memeluknya. Ibu itu menanyakan bagaimana hari Cece saat di
sekolah. Gadis 14 tahun tersebut menjawab dengan penuh sukacita. Ibu yang
bernama Diana itu hanya mengangungguk dan mengelus kepala Cece. Setelah kegiatan
yang ia lakukan, Cece pamitan untuk pulang di karenakan hari sudah menunjukkan
tanda-tanda akan gelap.
Di
sepanjang jalan, Cece hanya melompat sambil bernyanyi dengan ceria. Hingga
tiba, ia mendengar ada seseorang yang sedang bertengkar. Ia mendapati seorang
gadis dan seorang ayah yang bertengkar di luar rumah mereka. Gadis itu tampak
tak asing pikir Cece. Cece pun mengingat bahwa gadis itu adalah gadis yang
ditemuinya saat ia berada di depan sekolah. Olive ialah nama dari gadis yang ia
temui itu. Olive berlari menjauhi pria tersebut yang ia ketahui adalah ayah
dari Olive. Cece bingung harus melakukan apa melihat situasi tersebut. Kedua
orang tersebut melihat ke arah Cece yang berdiri tidak jauh dari mereka, mereka
langsung bergegas masuk ke dalam rumah.
Cece hanya bisa menghembuskan nafas sambil merutuki dirinya yang hanya
menonton saja sejak tadi.
Setibanya
di rumah, ia disambut dengan penuh kasih oleh keluarganya. Selagi menjaga kedua
adiknya yang masih berusia 3 tahun, ia melihat orang tuanya sedang
mempersiapkan makan malam untuk mereka. Makan malam sederhana namun terasa
sangat spesial saat dimakan bersama keluarga, pikir Cece. Di rumah tersebut
hanya ada 1 kamar yang membuat kedua orang tua Cece untuk tidur di ruang
tengah. Sekali-kali mereka tidur bersama di ruang tengah. Itu tidak membuat
Cece merasa minder akan keadaan keluarganya, malah Ia merasa sangat bersyukur
kepada Tuhan atas hidupnya ini. Setelah berdoa bersama untuk tidur, merekapun
langsung bergegas tidur.
Keesokan
harinya, Cece melihat gadis itu kembali. Ya, benar. Itu adalah Olive. Cece
menyapanya kembali dengan tersenyum hangat padanya. Olive melihatnya hanya
membalas dengan tatapan ketus. Cece pun meminta maaf soal ia yang tidak sengaja
melihatnya bertengkar dengan Ayahnya semalam. Olive meneteskan air mata saat
mengingat kejadian semalam. Cecepun langsung merangkulnya erat yang membuat
olive tidak dapat membendung air matanya. Ia menangis tersedu-tersedu. Setelah
tenang, Olive berterimakasih karena mau memeluknya. Ya, ia sangat membutuhkan
pelukan. Cece tersenyum hangat. Cece mengajak Olive untuk ke bangunan tua itu
saat pulang sekolah. Olive tidak mengetahui apa itu, tapi ia menyetujui untuk
ikut pergi bersama Cece.
Sesampainya
di Gereja, Olive terkejut dengan sambutan hangat yang diterimanya saat ia
masuk. Semuanya tersenyum menatapnya dan memperlakukannya dengan sangat baik.
Ibu Diana datang menghampirinya dan mengelus kepala Olive dengan lembut. Olive
merindukan sentuhan tersebut. Kemudian Olive bercerita bagaimana terpuruknya
ia. Ia adalah seorang gadis pemakai obat-obatan. Ia dulu tidak pernah
memperdulikan keluarganya sedikitpun. Ia membelanjakan apapun yang ia ingingkan
dengan uang yang didapat dari orang tuanya ataupun dengan mencuri. Hidupnya
sungguh hancur ketika ibu yang melahirkan ia sudah tiada. Ia menangis
sejadi-jadinya saat mengenang masa itu. Aku rindu ibu, ucapnya. Ia selalu
melawan dan kasar pada orang tuanya. Hingga keadaan ekonomi mereka juga
terpuruk yang membuatnya bisa berada di desa ini. Olive sangat menyalahkan
dirinya atas kejadian yang terjadi. Semuanya menetaskan air mata mendegarkan
pengalaman dari Olive.
Ibu
diana memeluknya dengan lembut sambil berkata, kamu sekarang sudah menyadari
apa yang kamu buat sebelumnya adalah salah, namun bukan berarti ke depannya
kamu akan selalu berbuat salah. Benar
bahwa Tuhan membenci dosa, tapi Tuhan tidak membenci orang
berdosa melainkan begitu mengasihinya. Kamu sudah mengakui semua hal yang
telah kamu lakukan, ucap ibu Diana pada Olive. "Marilah, baiklah kita berperkara!
--firman TUHAN--Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih
seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi
putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). bahwa dosa yang sudah
sangat banyak dan berat dengan warna merah menyala sekalipun bisa menjadi putih
kembali seperti salju. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah
setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan
kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:19).
Ibu Diana kemudian melanjutkan bahwa pengampunan
total dan langsung telah disediakan Tuhan kepada orang yang mau datang dengan
hati yang hancur, menyesali dan mengakui dosa-dosa mereka. Begitu kita
melakukan pertobatan sungguh-sungguh, saat itu juga Tuhan memberikan pengampunan.
Ibu Diana kemudian melihat anak-anak yang berada di situ dengan tersenyum
hangat. Itulah sebentuk kasih karunia yang dianugrahkan Tuhan kepada kita
semata-mata karena Dia teramat sangat mengasihi kita dan tidak menginginkan
satupun dari kita untuk binasa, sambungnya.
Cece, Olive dan yang lainnya memahami hal baru
lagi di hidup mereka bahwa Tuhan itu selalu ada dan tidak pernah meninggalkan
mereka. Mereka semakin mengimani Tuhan dalam hidup mereka dan akan selalu
seperti itu hingga akhir hayat mereka.
Komentar
Posting Komentar